Publikasi
Opini

Asisten Hakim Pada Pengadilan Tingkat Pertama Sebagai Upaya Menjaga Integritas Pengadilan
Sejak penulis menjadi CPNS dan setahun kemudian diangkat menjadi PNS, tugas yang diberikan kepada penulis hanya pada bidang administrasi perkara. Kemudian sejak dilantik menjadi hakim pada tahun 2010, hakim selain memeriksa berkas perkara, memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya, hakim juga bertanggung jawab membuat draft putusan sampai dengan putusan tersebut siap untuk dibacakan di muka persidangan.
Dalam undang-undang asisten hakim dikenal dengan sebutan panitera pengganti, atau dalam praktiknya pada Mahkamah Agung (MA) dikenal dengan istilah hakim yustisial. Sementara, jabatan tersebut tidak terdapat pada pengadilan tingkat pertama maupun banding. Berdasarkan cerita yang penulis dengar dari beberapa Panitera Pengganti senior menyatakan bahwa dulu konsep putusan dibuat oleh Panitera Pengganti, sedangkan hakim hanya menunjukkan ke mana arah aturan hukum suatu putusan, yang pada akhirnya hakim hanya membacakan putusan di depan persidangan dan menandatangani putusan yang telah dibacakan tersebut.
Bahkan ada pula yang menyatakan bahwa pada masa itu sangat jarang hakim yang dapat mengetik dengan cepat dan tidak ada hakim yang bergadang membuat draft putusan, kecuali Panitera Pengganti. Sedangkan, saat penulis menjadi hakim, meskipun tidak ada perintah resmi yang penulis dapatkan untuk membuat putusan, yang sering penulis dengar bahwa hakim harus membuat putusannya sendiri karena hakim juga harus mampu bergelut dengan teknologi.
Selain penyelenggaraan peradilan atau penegakan hukum yang adil, dalam rangka menghasilkan putusan yang mempertimbangkan kepentingan pencari keadilan, maka peningkatan pelayanan administrasi perkara harus dipahami juga sebagai sarana untuk menjamin adanya suatu penunjang proses berperkara yang adil. Dalam blueprint MA tahun 2010-2035 diberikan contoh yaitu adanya pengumuman jadwal sidang secara terbuka dan pemberian salinan putusan sebagai bentuk jaminan akses bagi pencari keadilan.
Namun harus dilihat pula, bahwa pemberian salinan putusan yang dilakukan secara langsung oleh pengadilan kepada pihak berperkara maupun kepada public yang diunggah melalui direktori putusan MA pada hari putusan tersebut dibacakan (one day minute) merupakan salah satu wujud dari pelaksanaan misi kedua dan keempat MA, yaitu memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan dan wujud serta peningkatan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.
Panitera Pengganti dan Asisten Hakim
Dalam sejarah peradilan Indonesia, istilah asisten hakim tidak termaktub dalam peraturan perundang-undangan kekuasaan kehakiman. Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1970 junto Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa Sidang dibantu oleh seorang Panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera. Kemudian pada pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera.
Mengenai tugas yang diberikan oleh undang-undang kepada Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda dan Panitera pengganti adalah membantu Hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang Pengadilan (vide Pasal 59 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986). Dalam menjalankan tugasnya, kecermatan seorang Panitera Pengganti dalam mengikuti jalannya persidangan serta ketelitian dan kerapian dalam membuat berita acara sidang dan pengetikan konsep putusan hakim dan membuat putusan baik perkara perdata/pidana untuk waktu yang tidak terlalu lama (Panitera Pengadilan, Tugas, Fungsi dan Tanggungjawab, MARI, 2007, hal 15).
Pada Mahkamah Agung, Panitera Pengganti diangkat dari hakim pengadilan tingkat pertama yang ditempatkan pada masing-masing hakim agung yang sekaligus berperan sebagai asisten dari hakim agung yang bersangkutan dengan tugas lainnya untuk melakukan pencatatan berkas perkara, mengetik konsep putusan hasil musyawarah Majelis yang akan diucapkan, menyampaikan putusan yang telah selesai diketik untuk diteliti dan diperiksa atau koreksi oleh Hakim Agung pembaca pertama, dan melaksanakan minutasi atau penyelesaian perkara yang telah diputus Majelis Hakim Agung.
Pada seminar internasional yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial dengan judul “Global Trends in the Status and Roles of Judicial Assitants and Future Developments in Indonesia”, terdapat pembahasan mengeani jabatan asisten hakim. Di Belanda, asisten hakim disebut juridicsh medewerker atau gerechtssecretaris yang diisi oleh aparatur sipil negara di kamar perdata, pidana dan pajak yang seluruhnya tergabung dalam Departemen Riset yang tugasnya melakukan penelitian, mengkonsep putusan atau pendapat, dan kadang mereka juga dapat terlibat dalam pembahasan suatu masalah hukum. Namun, konsep yang dibuat asisten hakim tersebut tidak mengikat di mana pertanggungjawaban akhir dari pekerjaan – pekerjaan tersebut tetap berada di penasihat hukum atau hakim.
Di Amerika Serikat asisten hakim disebut law clerk umumnya berasal dari lulusan sekolah hukum baru-baru ini yang membantu hakim dalam berbagai tugas, termasuk penelitian hukum, penyusunan draf opini, dan manajemen kasus. Di Inggris asisten hakim dikenal dengan sebutan judicial assistant yang berasal dari professional untuk membantu hakim tingkat pertama dan banding dalam mengadili dan mengelola proses pengadilan, personel pengadilan dapat bertugas dalam kapasitas kuasi-yudisial dan banyak yang merupakan bagian dari layanan sipil nasiona. Sedangkan di Belgia, fungsi asisten hakim dijalankan oleh referendaris dan di Indonesia dikenal Panitera Pengganti atau Hakim Yustisial.
Sumber Daya Perekrutan Asisten Hakim
Tidak bisa dipungkiri bahwa penyelesaian perkara di pengadilan diharapkan dapat diselesaikan dengan cepat, khususnya pada Pengadilan dengan beban perkara tinggi serta perkara yang menarik perhatian masyarakat. SEMA Nomor 3 Tahun 2001 tentang Perkara-Perkara Hukum Yang Perlu Mendapatkan Perhatian Pengadilan menginstruksikan perlu ada kesungguhan dan perhatian dalam menangani dan menyelesaikan perkara-perkara yang menarik perhatian masyarakat di antaranya korupsi, narkoba, hutang piutang negara, pencurian laut, dan kejahatan kehutanan yang nyata merugikan keuangan negara dan rakyat, dan perkosaan.
Faktanya, pemeriksaan perkara berlangsung hingga larut malam dengan agenda sidang bervariasi dalam ranah yang berbeda pula (pidana dan perdata baik umum atau khusus). Hal itu menyebabkan tidak semua perkara yang telah selesai diperiksa dapat diputus sesuai dengan court calendar (jadwal persidangan), atau putusan telah dibacakan tetapi tidak dapat langsung diserahkan kepada pihak berperkara pada hari itu yang sama.
Idealnya, hakim harus membuat sendiri putusan perkara yang diselesaikannya, sedangkan ia tidak memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri membuat putusan karena keadaan-keadaan tersebut di atas (kita tidak membicarakan pengadilan yang perkaranya sedikit). Sebagaimana diketahui secara umum, terdapat hakim mempekerjakan orang kepercayaannya sebagai asisten yang membantu dalam membuat konsep dan mengetik putusan yang akan dibacakan, yang tentu saja pekerjaan itu tidak dilaksanakan dengan cuma-cuma, setidaknya si hakim harus mengeluarkan biaya sendiri untuk membayar honor ‘asisten’ tersebut karena tidak ditanggung oleh Negara.
Dengan pendapatan yang diperoleh hakim, ia harus membagi penghasilannya untuk kebutuhan keluarga dan dirinya sendiri di perantauan serta untuk honor “asisten” yang diangkatnya sendiri untuk memenuhi tuntutan organisasi dan masyarakat (pencari keadilan) guna memperoleh putusan suatu perkara. Jangan sampai keadaan-keadaan tersebut menjadi seperti pembiaran untuk memelihara dan menciptakan peluang seorang hakim untuk berperilaku nir-integritas. Sedangkan diketahui keberadaan asisten-asisten hakim pada tingkat pertama tersebut tidak dibenarkan oleh aturan apapun.
Di tengah mudahnya memperoleh informasi yang berseliweran di media sosial, akan menjadi pertanyaan bagi masyarakat, dari mana hakim itu mencari sumber keuangan untuk membayar honor ‘asisten-asisten’ tersebut? Penulis sendiri pun berpikir panjang jika harus memberikan sebagian penghasilan resmi kepada seorang “asisten” karena membuatkan putusan yang menjadi tanggung jawab penulis, karena kebutuhan hidup seseorang makin lama makin bertambah sedangkan gaji dan pendapatan masih berhubungan dengan kreditur sepanjang pengabdian pada Negara, yaitu bank.
Di sisi lain aparatur pengadilan menjadi sorot tajam masyarakat yang mengharuskan hakim bekerja dengan idealisme tinggi untuk menegakkan hukum dan keadilan, berpacu dengan waktu untuk membuat putusan yang dapat segera diumumkan kepada masyarakat, bahkan aparatur pengadilan pun tak luput dari bidikan mata tersebut. Hal itu terjadi karena masyarakat pun sudah bosan dengan suburnya perilaku korup aparatur Negara, khususnya di pengadilan, sehingga terhadap perkara yang tidak ada unsur yang merusak etika hakim pun dicurigai telah cidera secara etika yang pada akhirnya menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.
Di sisi lain, Mahkamah Agung tidak memiliki anggaran khusus dan cukup untuk memperkerjakan seseorang sebagai asisten hakim para pengadilan tingkat pertama, sehingga diperlukan solusi agar kebutuhan akan adanya tenaga asisten hakim pada pengadilan tingkat pertama dapat terealisasi. Berikut ini penulis mengusulkan sebuah solusi kongkrit, yaitu: pada pengadaan calon hakim sebelumnya, seorang calon hakim setelah ia diangkat sebagai pegawai negeri sipil dan menjalani magang selama dua tahun pada pengadilan tertentu yang mana pada saat magang tersebut ditunjuk seorang atau beberapa orang hakim sebagai mentor bagi calon hakim tersebut yang bertugas untuk membimbing calon hakim tersebut agar memiliki kemampuan dan kesiapan menjadi hakim yang berintegritas sesuai dengan kebutuhan organisasi peradilan. Di mana terhadap calon hakim-calon hakim pengadaannya dan penggajiannya telah diatur dan ditanggung Negara.
Maka untuk ke depannya, perlu dijadikan calon hakim-calon hakim tersebut dalam melaksanakan masa magangnya secara formal ia akan berperan dan bertugas sebagai asisten hakim pada pengadilan tingkat pertama yang perkaranya bervariasi atau pada pengadilan-pengadilan kelas I sebagaimana yang dilaksanakan saat ini. Di mana setiap hakim yang diasisteni oleh calon hakim tersebut sekaligus merupakan mentor dan bertanggung jawab dalam pengkaderan insan peradilan yang berintegritas bagi calon hakim tersebut. Sehingga pada saatnya nanti, ketika calon hakim tersebut diangkat dan dilantik sebagai hakim pada pengadilan telah siap menjadi hakim yang tangguh dan kuat menjalankan tugas sebagai hakim pada satuan kerja penempatannya. Di sisi lain, Negara tidak perlu memikirkan dari mana anggaran untuk membiayai asisten hakim, karena calon hakim adalah asisten hakim itu sendiri.